Sejumlah warga membakar kerangka kayu sebuah bangunan di Desa Blu'uran, Karangpinang, Sampang, Madura, Jatim, Kamis (29/12). Aksi massa tersebut terjadi di tiga lokasi di dua desa, sejumlah bangunan rumah, musholla dan madrasah di bakar massa karena menurut warga setempat pengasuhnya diduga menganut aliran sesat. ANTARA/Saiful Bahri
TEMPO.CO, Surabaya - Koordinator pembela hukum Ahlul Bait Indonesia (kelompok Syiah), Muhammad Hadun Hadar, meminta polisi menangkap delapan orang yang mereka duga sebagai otak pembakaran fasilitas milik kelompok Syiah. Fasilitas pesantren Syiah di Dusun Nangkreng, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, yang dibakar berupa rumah, sekolah, dan musala.
"Kami sudah kantongi identitas pelakunya. Tak hanya ciri-cirinya, nama dan rumahnya sudah kami berikan kepada polisi. Tapi hingga kini mereka tak pernah ditangkap," kata Hadun kepada Tempo, Jumat, 30 Desember 2011. Masih berkeliarannya delapan orang itu, kata Hadar, membuat pengikut Syiah di Sampang terus ketakutan.
Bahkan, kata dia, aksi perusakan bisa muncul kembali lantaran penggeraknya masih bisa ke mana-mana, termasuk kemungkinan melarikan diri. Berdasarkan dokumen yang dimiliki Ahlul Bait, kerusuhan di Sampang mulai marak sejak 2007.
Penggeraknya yang berjumlah delapan orang selalu menebar ancaman. Padahal, kelompok Syiah sudah berusaha mengajak dialog, namun selalu ditolak. "Sejak 2007 kami sudah melapor ke polisi, tapi tidak ditanggapi," ungkap dia sembari menyimpulkan pembakaran sarana ibadah pada Kamis lalu akibat pembiaran aparat keamanan.
Apabila kondisi ini terus menghantui penganut Syiah, Ahlul Bait terpaksa membawa kasus ini ke pengadilan hak asasi manusia internasional. "Pimpinan kepolisian akan kami adukan," kata Hadar.
Saat ini, dia menjelaskan, warga Syiah mengungsi ke sejumlah tempat yang sangat memprihatinka di Polres Sampangn. Pada Kamis malam mereka dikumpulkan di sebuah ruangan kecil. Kondisinya agak lumayan setelah mereka dipindak ke GOR Sampang. Hanya saja sarana mandi cuci dan kakusnya tidak ada.
"Sebagus apapun tempatnya, masih enak di rumah sendiri. Kita tetap desak polisi segera menangkap para tersangka sehingga kami segera bisa pulang ke rumah," pungkas Hadun.
Kasus pembakaran pesantren Islam Syiah itu berlangsung sekitar pukul 10.00 pada Kamis lalu. Sekitar 30 orang penghuni berusaha menghalangi perusak, namun gagal karena jumlah mereka kalah banyak.
Pengasuh Pesanten Tebu Ireng, Jombang, Sholahuddin Wahid, mengatakan keberadaan penganut Syiah di Sampang merupakan hak warga. Setiap penduduk Indonesia punya hak untuk hidup di mana saja sesuai aturan yang ada. Karena itu, jika keberadaan mereka sah, harus dilindungi.
Namun, kata dia, untuk lebih amannya dan menjaga keselamatan, dia menyarankan warga Syiah untuk pindah. "Perpindahan harus secara sukarela, tidak boleh dipaksakan," ujarnya.
Idealnya, menurut Gus Solah, panggilan adik mantan presiden Abdurrahman Wahid ini, antara penganut Sunni dan Syiah dapat hidup berdampingan dan saling menghormati. Kuncinya sekarang ada oada aparat dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Sampang.
Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Miftach menambahkan, kekerasan antara kelompok yang mengatasnamakan Sunni dan Syiah di Sampang sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hal ini disebabkan karena ketidakcocokan di antara keduanya. Dia menilai aparat keamanan telah kecolongan.
http://www.tempo.co/read/news/2011/12/30/063374485/Kenapa-Penganut-Syiah-di-Sampang-Terus-Dimusuhi
0 komentar:
Posting Komentar